Pages

Senin, 17 Desember 2012


BELAJAR ADALAH MEMBANGUN HIDUP

                                                                    REFLEKSI      
KULIAH        :           FILSAFAT ILMU
DOSEN          :           BP. PROF. DR MARSIGIT, M.A.
HARI / TGL   :           SELASA /11 DESEMBER 2012

Hakekat siswa adalah makhluk yang bersifat hidup, oleh sebab itu siswa adalah subyek belajar yang berusaha untuk membangun hidupnya.  Proses pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru harus diubah menjadi proses pembelajaran yang inovatif . 
Gonjang-ganjing Kurikulum 2013 yang akan digulirkan hendaknya menekankan paradigma pembelajaran inovatif  berupa pembelajaran konstruktivisme  (Constructive Teaching and Learning / CTL) karena secara filosofis sebenar-benar tujuan pendidikan adalah mengembangkan Ketrampilan Hidup (Life Skill)
Pembelajaran konstruktivisme (Constructive Teaching and Learning) membelajarkan siswa untuk membangun hidupnya (mengembangkan Life Skill) karena menekankan hal-hal sebagai berikut:
a.       Pembelajaran bersifat interaktif dan berpusat pada siswa
b.      Siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan berperan sebagai pembangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri.
c.       Menggunakan pendekatan ketrampilan proses
d.      Peran guru memfasilitasi proses pembelajaran di mana siswa didorong untuk bertanggung jawab, berpikir kritis dan mandiri
e.       Guru memberikan pengalaman kepada siswa yang memungkinkan mereka untuk berhipotesis, memprediksi, memanipulasi objek, mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian, melakukan investigasi, membayangkan, dan menciptakan
f.       Guru diberi kebebasan dan keleluasan membuat keputusan untuk meningkatkan dan memperkaya perkembangan siswa

Proses membangun pengetahuan sendiri oleh siswa dalam Pembelajaran konstruktivisme (Constructive Teaching and Learning) dapat digambarkan oleh Bapak Marsigit (gambar di bawah) seperti  pertumbuhan biji menjadi kecambah sampai menghasilkan buah.  Seperti pertumbuhan dan perkembangan biji, maka siswa bersifat aktif, membuka diri dan pikirannya,  secara bertahap memproses dan membangun  sendiri pemahaman dan pengetahuannya  dan akhirnya siswa memperoleh pengetahuan (digambarkan sebagai buah-buah yang dihasilkan).   Proses  memperoleh pengetahuan ini seperti proses biji tumbuh dan berkembang menjadi pohon yang menghasilkan buah.  Demikian halnya dengan siswa, siswa membangun sendiri pemahamannya, pengetahuannya, dan ketrampilannya dan akhirnya siswa terbiasa untuk memahami segala persoalan kehidupan dan mampu memecahkannya dalam rangka membangun hidupnya.

Guru sebagai fasilitator harus merancang kegiatan konstruktivis dalam proses pembelajaran .  Hal-hal yang harus dilakukan adalah:
a.       menentukan tujuan pendidikan
b.      merancang kegiatan yang berarti yang akan membantu siswa untuk mencapai tujuan dan untuk mengeksplorasi dan membangun pengetahuan berdasarkan apa yang mereka baca dan apa yang telah mereka bawa ke aktivitas pembelajaran
c.       mengembangkan metode yang bersifat kontekstual, fleksibel, dinamis dan kreatif
d.      menguji kembali mekanisme pembelajaran yang berbasis konstruktivis


Pembelajaran konstruktivisme menuntut penilaian yang sifatnya menyeluruh dan semata-mata hasil tetapi juga proses sehingga penilaian yang mendasarkan pada UN kurang tepat dilakukan.  Penilaian hendaknya berupa portofolio dan Alternatife Assesment.
Semoga Kurikulum 2013 dan Sistem Pendidikan Nasional  kita mampu membelajarkan siswa untuk memperoleh Ketrampilan Hidup (Life Skill) dan membangun hidupnya.  Amin.


Referensi:
Muhadjir, Noeng. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rakesarasin.
Pannen, Paulina, dkk. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.




Pertanyaan: 
1.      Apakah lingkaran setan dapat kita anggap sebagai infinite regress?
2.      Selama hayat masih dikandung badan, dapatkah kita menyebut proses belajar sebagai infinite regress?


Senin, 03 Desember 2012


HERMENITIKA MENINGKATKAN PROFESIONALISME DIRI UNTUK MENGGAPAI WADAH DAN ISI

                                                                    REFLEKSI      
KULIAH        :           FILSAFAT ILMU
DOSEN          :           BP. PROF. DR MARSIGIT, M.A.
HARI / TGL   :           SELASA /27 NOPEMBER 2012

Kita di dalam masyarakat memiliki peran dan status tertentu.  Peran, status, tugas, kedudukan dan tanggungjawab yang melekat dalam diri kita merupakan wadah kita.  Wadah kita dapat sebagai guru, sebagai suami atau istri, sebagai mahasiswa, sebagai pengurus organisasi, sebagai anak, sebagai orang tua, dan lain-lain.  Dalam kehidupan ini kita memiliki beberapa wadah sekaligus.  Wadah kita atau peran dan status kita tidak terlepas dari isi atau substansi dari status kita tersebut.
Wadah kita selalu hadir ketika kita mewujudkan isi kita.  Isi harus kita kembangkan untuk membuktikan wadah kita.  Setiap saat diri kita selalu dipertanyakan substansinya.  Substansi ini harus bersifat akuntabel (dapat dipercaya).  Isi atau substansi merupakan perwujudan dari  rasa syukur kita akan wadah kita yang memotivasi kita untuk berprestasi, untuk menjadi yang terbaik, untuk menghasilkan yang terbaik.  Isi harus kita wujudkan dalam bentuk tindakan dan karya nyata, sebuah prestasi terbaik dalam peran dan status kita.  Sikap dan perbuatan kita harus mencerminkan bahwa kita ingin berprestasi. 
Jika substansi terlalu banyak tetapi wadahnya terlalu kecil maka kita bicara di sembarang tempat.  Misalnya: sebagai guru kita protes pendidikan dan membicarakan persoalan pendidikan dengan tukang becak.  Jika ada wadahnya tetapi kurang substansi maka wadah kita akan dipertanyakan.  Misalnya: memiliki wadah sebagai professor tetapi selama tiga tahun tidak berkarya, maka akan status sebagai professor akan dipertanyakan apakah benar-benar professor. 
 Dalam setiap peran yang kita mainkan selalu dipertanyakan substansi atau isinya.  Sebagai guru, kita bisa dipercaya ataukah tidak, apa yang telah kita hasilkan, bagaimana cara kita mengajar, bagaimana perilaku dan sikap kita sebagai guru, dan lain-lain.  Demikian juga peran sebagai suami atau istri, sebagai siswa, sebagai dosen, sebagai orang tua, dan lain-lain.  Setiap diri kita adalah wadah dan isi. 
Semua yang ada dan yang mungkin ada memiliki wadah dan isi.  Dalam pembelajaran dan berfilsafat analitik dapat dipandang sebagai wadah dan sintetik dapat dipandang sebagai isi.  Intuisi dan pengalaman kita peroleh melalui sensori motor dan melalui interaksi.  Pengalaman bersifat naik, setelah terbentuk intuisi maka di dalam berpikir kita terbentuk doktrin atau kategori atau prinsip.  Immanuel  Kant membagi dalam 4 kategori yang masing-masing terbagi 3.  Maka melakukan interaksi sangat penting.  Interaksi akan mengembangkan intuisi.  Separoh lebih dunia kita adalah intuisi.  Melalui kegiatan dan interaksi kita akan menemukan intuisi.
Dalam kehidupan sehari-hari, antara wadah dan isi selalu dipertanyakan selalu diuji-uji. .  Kita selalu dimintai pertanggunggungjawaban akan wadah dan isi kita.  Peran dan status kita menuntut kita untuk mengembangkan isi kita.  Wadah selalu hadir ketika kita mewujudkan isi sehingga tak ada batas antara wadah dan isi.  Ada tidaknya wadah kita tergantung bagaimana kita mengisi wadah kita sehingga kita juga dituntut untuk selalu mencari pengalaman dan mengembangkan diri. 
Pengembangan diri memiliki dua sisi yaitu wadah dan substansi.  Sehubungan dengan pengembangan diri maka kemandirian kita penting sekali.  Kemampuan dan kemandirian kita selalu diuji.  Bekerja merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan kemandirian, meraih dunia dan meraih intuisi.  Dalam kehidupan sehari-hari contohnya dalam kehidupan berumah tangga.  Istri sebaiknya bekerja.  Kita tidak cukup hidup dengan dicukupi dengan uang karena sampai meninggal kita pun selalu diuji, substansi atau isi dan wadah kita selalu dipertanyakan.  Banyak istri yang terpuruk setelah suami meninggal mendadak meskipun akhirnya dapat bertahan karena pola kehidupan bangsa kita masih sangat kental kekeluargaan/kekerabatannya dan kegotongroyongannya. 
Salah satu problem pengembangan diri merupakan problem dari membaca.  Maka penting sekali untuk membaca, membaca dan membaca. Orang yang banyak membaca akan membangun intuisi dalam pikirannya dan berpikir kritis dan lebih mudah menghasilkan karya dan prestasi. 
Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri.  Jika kita memiliki kesempatan mengembangkan diri dan kita tidak memanfaatkan kesempatan tersebut maka kita sangat merugi.  Dalam kehidupan kita tidak hanya mengejar wadah tetapi tidak mau mengisinya atau hanya mengejar isi tetapi tidak mengenal wadahnya.  Kualitas isi kita ditentukan oleh seberapa besar usaha kita untuk terus menerus belajar dan mengembangkan diri, untuk terus menerus meningkatkan dimensi kita.  Dan sebaik-baik diri kita jika kita bermanfaat bagi banyak orang, bagi kemaslahatan umat. Jika kita memiliki jabatan atau pekerjaan tertentu atau mengemban amanah tertentu maka kita harus menjalankan pekerjaan dan amanah kita dengan sebaik-baiknya.  Dalam kehidupan kita senantiasa dimintai pertanggungjawaban akan wadah dan isi kita dan kelak di akherat kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Semoga kita dapat mewujudkan wadah dan isi kita sesuai dengan tuntunan Allah dan dapat mempertanggungjawabkannya sebagai wadah dan isi terbaik, baik di dunia maupun di akherat. Amin.

Pertanyaan:  Apa yang dimaksud Berpikir kritis?