Pages

Senin, 17 September 2012

Mengapa harus belajar filsafat?


MENGAPA HARUS BELAJAR FILSAFAT?

REFLEKSI
KULIAH I      :           FILSAFAT ILMU
DOSEN          :           BP. DR MARSIGIT, M.A.
HARI / TGL   :           SELASA /11 SEPTEMBER 2012

            Filsafat adalah ilmu.  Semua hal ada ilmunya atau dengan kata lain mempunyai filsafat.  Ada filsafat mimpi, filsafat kematian, filsafat sains, filsafat tempe, filsafat filsafat, dan sebagainya.  Filsafat dapat didefinisikan apapun.   Filsafat adalah olah pikir sehingga memerlukan refleksi pengalaman.  Pengalaman hidup yang dirangkai dengan logika berpikir adalah filsafat.   Melakukan olah pikir dapat dilakukan di mana saja, secara mandiri, berkelompok, unik, tidak memerlukan struktur organisasi.  Pikiran / logika adalah separoh filsafat dan separoh adalah pengalaman hidup. 

Dalam berfilsafat hasilnya berbeda-beda sebanyak orang yang berfilsafat.   Segala sesuatu itu bermacam-macam.  Segala sesuatu yang bermacam-macam saling berhubungan.  Hubungan berbagai hal bisa bersifat horizontal, misal hubungan antara mahasiswa 1 dengan mahasiswa2, dan vertikal, misal hubungan antara orang tua dengan anak.

Hubungan antara berbagai hal tersebut membentuk kategori atau penggolongan.  Dalam semua ilmu terdapat penggolongan sehingga  Filsafat juga tidak lepas dari penggolongan yang dapat dilihat dalam  diagram berikut:

Spiritual

Filsafat (Normatif)

Formal

Material


Referensi dalam berfilsafat adalah ‘yang ada’ dan ‘yang mungkin ada’.  Referensi filsafat ‘yang ada’ adalah yang ada dalam pikiran kita.  Yang mungkin ada adalah sesuatu yang ada di luar pikiran kita.  Di dalam filsafat ada dua pertanyaan. Pertanyaannya:
  1. Jika obyek di luar pikiran kita, bagaimana kita mengetahuinya? Tokohnya Aristoteles, alirannya realisme.  Kadang-kadang kita merasa sudah mengerti padahal sebetulnya belum mengerti.  Kita harus meninjau kembali
  2. Jika obyek di dalam pikiran kita, bagaimana kita mampu menjelaskannya? 

Alat untuk mempelajari filsafat adalah bahasa analog dan lebih dari bahasa kiasan.  Contohnya analogi spiritualitas adalah hati. Filsafat analogi pikiran / olah pikir.  Setinggi-tingginya ilmu manusia tidak akan mengerti semua tentang Tuhan. Urusan Tuhan adalah urusan hati dan keyakinan dan sifatnya absolut.  Filsafat sekedar olah pikir. Adab berfilsafat adalah kita harus menetapkan hati ibaratnya satu langkah berfilsafat, sepuluh langkah beribadah. Hati sebagai kontrol dalam pengembaraan pikiran.  Di dalam ranah bangsa Indonesia terdapat kecerdasan pikiran dan kecerdasan hati. Berfilsafat merupakan olah pikir menggunakan kecerdasan pikiran dan setiap orang berhak untuk berfilsafat.  Sebaliknya jika kita ingin mengenal Tuhan maka menggunakan kecerdasan hati.  Pengembaraan pikiran mempunyai kontrol / batas.  Berpikir di dalam otak dan setinggi-tinggi ilmu kita, kita tidak mampu mengetahui isi hati. 

Dunia dalam masa Power Now seperti saat ini dikuasai 3 unsur yaitu ekonomi, politik, teknologi, dan tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan atau mencegah.  Spiritual kita berada di bawah sehingga mendapat tekanan terus menerus.  Olah pikir yang kita kembangkan harus menopang spiritualitas yang kita miliki.  Dalam filsafat kita menjadi bijak kalau berilmu. Untuk mencari ilmu kita harus risau (ada pertentangan) dalam pikiran.  Kita harus mengembangkan kontradiksi atau pertentangan-pertentangan dalam pikiran. Tetapi jangan ada risau dalam hati dan jika timbul kerisauan dalam hati maka kita harus segera tobat. 

Pada saat melakukan olah pikir kita harus meluruhkan ego dalam pikiran dan kesombongan dalam hati.  Pikiran-pikiran yang sudah terpatri mulai digoyang.  Hal-hal yang kita pikir sudah jelas bisa menjadi tidak jelas sehingga kita dapat belajar dari sumber apa saja.  Referensi filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada.   Hal-hal sepele yang dianggap tidak ada artinya merupakan sumber belajar yang sangat berarti dalam filsafat (berpikir). 

Cara mempelajari filsafat dengan menggunakan prinsip hidup.  Hidup diajarkan Tuhan kepada manusia untuk mencontoh dari lingkungan.  Lingkungan (tumbuhan, hewan, batu, dan lain-lain) selalu harmonis tidak ada kejutan.  Yang membuat kehidupan tidak harmonis adalah manusia.  Prinsip dasar dari hidup (diambil dari dewa Hermein) adalah terjemah dan menterjemahkan. 

Obyek filsafat meliputi obyek formal dan obyek material.  Obyek formal merupakan metodenya atau wadahnya.  Obyek material adalah isinya.  Segala sesuatu berwadah dan berisi. Tiadalah wadah tanpa isi dan tiadalah isi tanpa wadah.



KESIMPULAN:
Kita harus belajar filsafat karena:
  1. filsafat mengembangkan olah pikir dan membuat kita selalu meningkatkan ilmu dan pengetahuan.
  2. hasil berfilsafat dapat menopang spiritual yang kita miliki sehingga membuat kita menjadi manusia yang selalu menyadari dosa dan selalu berusaha bertobat
  3. filsafat mengajarkan kita bahwa semua hal sangat berarti sehingga kita selalu berusaha menghargai semua hal di sekitar kita
  4. filsafat membuat kita menjadi manusia yang rendah hati, tidak sombong, lebih mudah menerima kritikan



PERTANYAAN:
  1. Mengapa kita harus memikirkan kembali hal-hal yang kita anggap sudah jelas padahal kita memperoleh kejelasan itu dengan kerja keras dan susah payah?
  2. Mengapa begitu sulit menjelaskan yang ada di dalam pikiranku kepada murid-muridku?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar