Pages

Rabu, 14 November 2012


HERMENEUTIKA PEMBELAJARAN SAINS DI ERA GLOBALISASI

TUGAS FILSAFAT
WAWANCARA

KULIAH        :           FILSAFAT ILMU
DOSEN          :           BP. PROF. DR MARSIGIT, M.A.
HARI / TGL   :           SELASA / 13 NOPEMBER 2012

Rr. Yayuk S:
Sekarang ini, pada saat pelajaran berlangsung banyak murid bermain-main handphone, bahkan mahasiswa S2 juga. Ngomong-omong kita ini hidup di era apa?

Riza Sativani:
Siswa dan mahasiswa bermain handphone di kelas memang sudah bukan hal yang tidak biasa lagi kita lihat. Inilah era teknologi dan globalisasi, suatu cara dan proses dimana begitu banyak tawaran alat-alat yang mampu memberi kemudahan bagi kehidupan manusia. Pengaruh teknologi dari luar tersebut tak mampu kita bendung, bahkan kita senantiasa menganggap teknologi dari segi positif, yakni keuntungannya. Itulah peran globalisasi dalam perkembangan teknologi di seluruh penjuru dunia. Bahkan handphone, tablet pc, ataupun android mampu menawarkan kemudahan berkomunikasi sampai hiburan berupa gaming dan jejaring sosial. Sayangnya, respon masyarakat terhadap globalisasi dan bagaimana penggunaan alat hasil teknologi secara tepat tidak terlihat di masyarakat kita, mereka merespon globalisasi sebagai suatu keharusan untuk senantiasa mengikuti perkembangan zaman, tren ataupun mode, sehingga nampaknya masyarakat lebih berorientasi pada material atau keduniawian, atau bersifat konsumtif. Siswa lebih suka gonta-ganti handphone untuk mengikuti tren atau mode daripada mencari tahu untuk memahami bagaimana mermbuat produk handphone sedemikian inovatif yang bahkan setiap bulan ada merek baru. Masyarakat juga  terkadang tidak mengenal ruang dan waktu dalam menggunakan produk teknologi tersebut. Saat belajar, siswa lebih suka main game di handphonenya atau facebook-an lewat handphone daripada belajar fisika dan matematika mengenai dasar-dasar prinsip pembuatan handphone itu sendiri.

Tanggapan:
Saya setuju, globalisasi menyebabkan masyarakat bersifat konsumtif,

Rr. Yayuk S:
Bagaimana fenomena masyarakat pada era globalisasi?

Riza Sativani:
Fenomena yang  ada di masyarakat lebih nampak pada budaya konsumtif, lebih suka gonta-ganti handphone atau sejenisnya dengan alasan mengikuti perkembangan zaman. Yang ada mereka tidak peka bagaimana teknologi itu bisa dihasilkan, akan tetapi senantiasa menjadikan teknologi suatu hiburan pokok yang harus dimiliki.

Tanggapan:
Saya setuju, globalisasi tidak hanya menyebabkan masyarakat bersifat konsumtif, tetapi juga materialistis dan hedonistis

Rr. Yayuk S:
Murid-murid juga banyak yang fresex. Sebenarnya apa yang mereka kejar?

Riza Sativani:
Mengenai freesex, mungkin karena siswa tersebut tidak mengenal keimanan, belum muncul rasa takut akan Tuhan dan akibat dari freesex itu sendiri, sehingga mereka hanya mengejar kenikmatan dunia yang sementara.

Tanggapan:
Berarti murid-murid tersebut hanya mengejar hedonisme

Rr. Yayuk S:
Padahal freesex bahayanya besar. Iya nggak? Menurutmu bagaimana?

Riza Sativani:
Iya, benar, bahaya freesex sangat besar, bahkan tidak hanya berefek pada yang melakukan, namun lingkungan sosialnya juga. Bahaya freesex bagi pelakunya antara lain:
a.       Kemudahan menularnya penyakit menular sex (PMS), seperti HIV/AIDS, sifilis, gonorrea, dan lain-lain.
b.      Kehilangan masa remajanya, yakni kegagalan dalam mencari jati diri mereka.
c.       Kehilangan keperawanan yang berujung pada terenggutnya masa depannya. 

Tanggapan:
Benar sekali, bahkan banyak yang harus menikah dalam usia dini.  Benar-benar memprihatinkan

Rr. Yayuk S:
Menghadapi murid-murid tersebut gimana seharusnya sikap guru?

Riza Sativani:
Sikap guru seharusnya,
a.       Pendekatan terhadap siswanya, bisa menasehati secara personal, mendengarkan keluhan mereka, dan menawarkan solusi.
b.      Pendekatan orangtua, berkoordinasi dengan orang tua untuk mencari solusi yang tepat. Karena hal tersebut bukan sepenuhnya tanggung jawab guru dalam mendidik.
c.       Melibatkan Bimbingan dan Konseling dalam menangani permasalahan tersebut.
d.      Mengurangi faktor pendorong untuk melakukan hal tersebut yang sekiranya mereka dapatkan di sekolah, misalnya tempat-tempat sekolah yang mendorong siswa melakukan pacaran di situ harus diperhatikan,
e.       Melakukan pendidikan kesehatan reproduksi, tidak hanya terintegrasi dalam mapel biologi kelas XI, akan tetapi bisa didatangkan langsung dokter ahli. 

Tanggapan:
Berarti murid, guru, dan orang tua harus saling terjemah menterjemahkan atau melakukan hermeneutika.  Saya pikir kalau di sekolah tidak mudah menemukan tempat yang mendorong siswa melakukan pacaran.

 Rr. Yayuk S:
Sekarang anak-anak juga lari ke bimbel. Mengapa ya?

Riza Sativani:
Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa lari ke bimbel, diantaranya adalah,
a.       Kesalahan sistem pendidikan kita, yakni keberadaan UAN yang menyebabkan siswa dan guru berorientasi pada materi.
b.      Anggapan siswa bahwa berorientasi pada materi itu sangat baik untuk meraih sebuah prestasi. Mereka lebih suka mengejar nilai daripada skill atau ilmu yang mereka dapatkan. Lebih suka hafalan daripada penguasaan keterampilan.
c.       Kesalahan guru dalam mengajar, dimana guru kurang mampu dalam menyampaikan materi esensial yang termuat dalam SKL. Sehingga muncullah mosi tidak percaya siswa terhadap guru dan siswa lebih suka belajar dengan guru lesnya (tentor), daripada gurunya di sekolah.
Terlepas dari hal tersebut, sebenarnya juga ada dampak positif dari bimbel, yakni siswa meluangkan waktu lebih untuk belajar dan sebagai bahan pendalaman dan pengayaan bagi siswa tersebut.

Tanggapan:
Berarti paradigma pendidikan harus diubah demikian pula cara guru membelajarkan siswa. 

Rr. Yayuk S:
Pembelajaran sains itu sebenarnya bagaimana jika ditinjau secara ontologi, epistemologi, dan aksiologi?

Riza Sativani:
Pembelajaran sains dari segi ontologi:
Pembelajaran adalah proses membelajarkan, membelajarkan adalah mengajarkan bagaimana siswa belajar, membuat siswa mau belajar dan tau bagaimana seharusnya belajar. Jadi pembelajaran sains adalah memgajarkan bagaimana siswa belajar sains.
Pembelajaran sains dari segi epistemologi:
Membelajarkan bagaimana sains itu diperoleh, yakni dengan metode ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran sains adalah menerapkan metode ilmiah dalam siswa belajar sains.
Pembelajaran sains dari segi aksiologi:
Manfaat belajar sains antara lain siswa memperoleh:
a.       Pengetahuan bagaimana mempelajari sains.
b.      Internalisasi nilai sains yang sudah melekat pada materi sains itu sendiri.

Tanggapan:
Saya sependapat.  Berarti harus ada proses sains.

Rr. Yayuk S:
Seharusnya proses sains itu bagaimana?

Riza Sativani:
Proses sains seharusnya meliputi lima tujuan sains, yang menjadi orientasi dalam proses sains yakni:
a.       Proses
b.      Produk
c.       Nilai dan sikap ilmiah
d.      Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
e.       Kreativitas
Proses pembelajaran sains tidak hanya berorientasi pada produk, tapi juga keterampilan. Mampu melakukan transfer knowledge, transfer skill, dan transfer value.

Tanggapan:
Benar, seharusnya bersifat holistik

Rr. Yayuk S:
Apakah secara umum sains sudah diajarkan sesuai hakekatnya?

Riza Sativani:
Saya rasa belum semua guru sains membelajarkan sains berdasarkan hakekatnya. Hakekat sains adalah inquiry ilmiah, dimana siswa seharusnya menemukan konsep itu sendiri dari kegiatan pembelajaran yang disetting guru. Hal tersebut belum banyak dilakukan oleh guru.

Tanggapan:
Benar, seharusnya sintetik a priori

Rr. Yayuk S:
Usaha apa saja yang harus kita lakukan untuk membelajarkan sains?

Riza Sativani:
Tentu ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk membelajarkan sains kepada siswa, antara lain:
a.       Karena sains adalah salah satu proses yang menentukan kemajuan teknologi, maka kita harus update ilmu sains dan teknologi tersebut. Selain itu perlu bagi kita menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran.
b.      Mengajarkan sains berorientasi pada 5 hal yang sudah saya sebutkan di atas. Dengan demikian kita tidak terfokus pada produk saja.
c.       Menginternalisasikan nilai-nilai yang melekat pada materi sains. Itulah peran kita dalam pendidikan karakter.
d.      Senantiasa senang melakukan inovasi pembelajaran dan menjadikan kelas sebagai tempat praktikum pembelajaran (PTK).
e.       Mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendukung perbaikan proses mengajar kita, misalnya forum MGMP, Seminar Nasional, dan lainnya.

Tanggapan:
Semoga para guru diberi pencerahan, kecerdasan hati dan pikiran untuk menggapai pembelajaran sains yang inovatif.  Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar